Saturday, August 6, 2016

HOROR | Episode 2 Lanjutan I am Hwaiting You | Menyelidiki Pembunuhan



Baca dulu episode pertamanya dengan judul Gadis Misterius


�Yang pertama adalah Angela Christine, lalu Elisabeth ginie dan kali ini adalah Amanda, semua pola sama. Di temukan tewas di atas tempat tidur mereka, wajahnya tidak menunjukkan rasa shock di bunuh. Bagaimana dia bisa melakukan itu, apa yang dia lakukan, menyuntikkan penenang sebelum mencekik mangsanya, melakukan shock defensive sebelum menghabisi korbanya. Bagaimana dia bisa melakukan itu, dan cara seperti apa yang dia gunakan.�


Grand terduduk diam di dalam ruanganya. Matanya masih mengawasi foto-foto gadis itu, pikiranya menerawang jauh menembus semua kemungkinan.
� semua korbanya hampir memiliki ciri khas yang sama. Rambut hitam panjang, kulit putih langsat, tinggi mereka rata-rata antara 171 hingga 174, berat mereka juga tidak jauh berbeda. Apa yang sebenarnya dia cari dari ciri khas ini, bagaimana dia bisa memilih korbanya. Acak, ataukah sistematis. Apakah korban mengenal pelakunya �
Banyak kemungkinan yang kini muncul dalam otak Grand, satu-satunya hal yang membuat Grand yakin adalah, mungkin�kemungkinan terbesar adalah pelaku �si peri tidur� adalah seorang pria yang memiliki masalah dalam kejiwaanya. Seorang pria yang memiliki pemikiran perfectsionis.



Grand kembali menatap nanar foto-foto gadis itu, mengotak-atik berkas-berkas itu. Lalu menatap satu kemungkinan kecil. �semua korban adalah mahasiswi sebuah universitas, apakah dia menguntit mereka, memilihnya kemudian mengeksekusinya�
Suara handpone berdering tiba-tiba memecah keheninganya. �dengan Agent Grand disini�
�Agent Grand� suara seorang wanita yang tidak asing kini terdengar di telinganya.
�Oh, ternyata anda Agent Grasia. Apa ada yang bisa ku bantu?�
�sekarang aku ada di Medifall Ageldine, kami baru saja selesai melakukan otopsi terhadap korban, mungkin kau akan mendengar hal bagus.. sesuatu yang eksentrik� kata Grasia sebelum menutup telephonya.


Pikiranya kembali berputar-putar tentang kenapa LPC terlibat, untuk apa mereka ikut andil dalam kasus ini. Apapun motif di balik keikutsertaan LPC itu bukanlah urusan Grand, yang lebih dia pikirkan adalah bagaimana dia bisa memulai dari siapa sebenarnya si Peri tidur yang kini menterorr seisi kota.
Lelah dengan pemikiran sia-sianya, Agent Grand meraih jaket kulitnya, menyesap kopinya sebelum meninggalkan ruanganya menuju mobil Camaro merahnya.


**


�senang melihatmu� kata Grasia menatap Agent Grand, tanganya terulur untuk sekedar bersalaman secara formal, namun yang terjadi Grand mengabaikanya, berjalan sendirian menuju tempat dimana otopsi di lakukan, kesal dengan apa yang di lakukan oleh pria tidak sopan itu. Grasia berusaha menahan diri. Mengikutinya dengan langkah cepat hingga mereka berjalan beriringan.
�apa yang di dapat dari hasil otopsi ini?� kata Grand sembari tetap berjalan menuju ruangan.
�Well, ketika kau mengatakan tentang kuku jari ada sesuatu yang mengangguku.. dan tepat seperti yang kau duga. Ada sebuah cairan asing di dalam tubuh korban, semacam Adeline vo2, berdosis tinggi. Kau tidak akan percaya dengan apa yang di temukan.. kau harus melihatnya sendiri�


Wajah Grand mencoba untuk biasa saja, namun kalimat tentang �Adeline vo2 bukanlah perkara sepele, apakah ini alasan kenapa korbanya rata-rata tidak memiliki mimik wajah shock, karena pengaruh obat tidur ini�
Ketika Grand melihat data dari otopsi itu. Wajahnya menegang, tubuhnya seolah mengencang, dan ada perasaan tidak percaya tergambar jelas disana.
�Ya�Grand. Sama sepertimu. Awalnya ku pikir ini sinting.. tapi dia melakukanya. Dia memberikan tanda kematian pada setiap korbanya. Si peri tidur benar-benar berpikir dirinya adalah si peri tidur�



***


Grand menginjak gas mobilnya, pikiranya terlalu kacau untuk mencerna apa yang baru saja dia dapatkan. Kenapa dia tidak menemukan ini sebelumnya. Kenapa harus wanita itu yang menemukanya. �Perfectionis hah?� batin Grand.
Sebelumnya Grand hanya berpikir bagaimana dia melakukan pembunuhan itu hingga polanya begitu sempurna namun sekarang dia menyadari, sang pembunuh selain orang dengan pikiran gila melainkan seseorang yang memiliki pengetahuan cerdas dalam merobek kulit korbanya. Dia menulis sesuatu di punggung korbanya, lebih tepatnya di balik kulit punggung korbanya. Sebuah tulisan yang menggambarkan bahwa dia ada, sebuah maskulinitas tanda dari seorang psychopat.


�I am hwaiting you�
Grand menginjak rem mobilnya, lalu melangkah keluar dengan tatapan penuh pertanyaan setelah wanita itu memberitahunya.
�Agent Grand aku sudah memerintahkan pada beberapa orang untuk memeriksa dua korban lainya, hanya sebagai bukti apakah kita menghadapi pembunuh yang memiliki pemikiran tidak etis atau lebih cenderung seperti apa yang kau katakan sebelumnya.. memilih korbanya dengan sesuatu yang dia pandang istimewa.�


Grand bisa melihat deretan mobil kepolisian dan para medis disana, �mereka akan melakukan otopsi saat ini juga di tempat perkara� sebuah pemakaman tua, Isort Hill di utara jalan westdrone. Setelah menunjukkan lencananya, Grand berjalan menuju tenda tempat di lakukan otopsi berlangsung, tepat ketika Grand melihat mayat wanita bernama Elisabeth Ginie, korban kedua pembunuhan si peri tidur yang sudah di kuburkan kurang lebih 1 bulan yang lalu, matanya terbelalak saat melihat robekan kulit punggung Ginie yang sudah membusuk, sebuah goresan yang masih di ukir rapi. �I am Hwaiting You�
Saat itu juga Grand mengambil ponselnya, menghubungi wanita itu yang mengatakan hal yang sama. Mereka menemukan sesuatu yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Bagaimana metode mengukir sebuah tulisan di punggung, lebih tepatnya dia melakukanya dari dalam. Pecahan-pecahan puzle kembali memecah otaknya, berserakan seperti atom kecil yang menolak untuk di satukan.


Dengan menghisap sebatang rokok, Grand terduduk diam di atas mobil Camaro merahnya. Memikirkan setiap detail wanita-wanita itu. �Pembunuh gila, menandai korbanya, menciptakan sebuah seni murahan.. baiklah bila aku menjadi dia, bagaimana aku memilih wanitaku..? lebih tepatnya, apa yang bisa ku lihat dari wanita pilihanku.�
Ponsel Grand kembali berdering, ketika dia menatap nama itu. Grand melesat masuk ke mobilnya, memacu secepat mungkin.


Untuk pertama kalinya. Perasaan itu menjadi sebuah getaran aneh, perasaana takut bukan, lebih tepatnya perasaan bingung bercampur dengan emosi. Tepat ketika Grand menginjak rem mobilnya. Dia berlari secepat mungkin, menyusuri lorong, menapaki anak tangga.. dan langkahnya terhenti tiba-tiba di depan sebuah ruangan yang di penuhi kepolisian. Setelah dia berhasil menembus kerumunan penasaran itu, Grand menatap tidak berdaya apa yang di lihatnya.
�namanya adalah Geraldine Sarah. Usianya baru saja menginjak 18 tahun dan dia tewas di atas tempat tidurnya�


***


�Aku tidak tahu harus memulai darimana. Tidak ada petunjuk apapun yang mengarah pada pelaku, tidak ada sidik jari, tidak ada apapun. Bangsat!! Siapa dia sebenarnya� umpat Grand menendang ban mobilnya.


Agent Grasia menatap kilasan stres dalam mata Grand, namun wanita itu memilih tidak berkomentar. Dia harus tenang, tidak seperti Grand, Grasia lebih berusaha menekan emosinya, melupakan empatinya, dan membuang semua kemungkinan sia-sia. Di bandingkan untuk menebak, dia akan lebih memilih menciptakan peluang..
Geraldine Sarah memiliki ciri khas yang sama seperti apa yang Grand jelaskan sebelumnya. Rambut hitam, mata cokelat. Tingginya mungkin 172, jadi dimana dia harus memulainya.
�ku rasa aku akan bertemu dengan kenalanku. Kau mau ikut?� ucap wanita itu menatap Grand yang memandangnya penasaran.


�kenalan?�
�yah. Seseorang yang mungkin bisa membantu kita mengungkap siapa si peri tidur??�
�namanya adalah Hill Tompson�
Saat itu juga. Mata Grand terbuka lebar, wajahnya seolah menegang. Dia tahu nama itu. Dia sangat mengenal nama itu. Salah satu pembunuh yang berhasil dia tangkap dulu. Mereka memanggilnya, Hill si pembantai!!!

0 comments

Post a Comment